jump to navigation

Nefertiti dan Sejarah Mesir Februari 10, 2010

Posted by alumnialazhar in Ke-Mesir-an.
trackback
SETELAH mewarisi tahta dari ayahnya Amenhotep III, Amenhotep IV (kemudian dikenal sebagai Akhenaten, Pharaoh atau Firaun Dinasti ke-18 Mesir yang memerintah sejak 1353 sampai 1335 SM) ingin membangun Mesir menuju puncak kemajuan. Karena itu ia memindahkan ibu kota Thebes ke Akhetaten dan membangun kota tersebut dengan megah. Bersamaan itu, ia dan Nefertiti memperkenalkan “agama baru”; memuja dewa tunggal Aten (dewa Matahari) dan keduanya “memproklamasikan diri” sebagai sosok agung inkarnasi dan sekaligus penyambung lidah dewa Aten.
Pada tahun ke-12 pemerintahan Akhenaten, kota Akhetaten yang jadi “pusat penyelenggaraan” keyakinan sekaligus ibu kota Mesir siap diresmikan. Tapi, menjelang kota Akhetaten (sekarang dikenal Amarna) itu diresmikan, tiba-tiba permaisuri menghilang. Raja kelimpungan. Tidak ingin semua berantakan, ia memerintahkan Rahotep, kepala detektif muda satuan Medjay devisi Thebes, menemukan ratu dengan memberi waktu sepuluh hari sebelum festival peresmian ibu kota. Raja tahu, tanpa Nefertiti, peresmian itu akan sia-sia apalagi sang ratu memiliki pesona yang menjadikan rakyat tunduk menganut agama baru.
Rahotep tak punya pilihan, kecuali segera bertindak. Didampingi Khety dan Tjenry, dia segera melakukan investigasi, sebab jika ia gagal, keluarganya akan dibasmi. Aksi Rahotep menjadikan kisah kian runcing, terlebih ada yang tak menghendaki kehadirannya di Akhetaten. Akibatnya, ia dihadapkan pada kesulitan birokrasi dan teka-teki; dari penemuan mayat perempuan dengan wajah rusak yang memakai pakaian sang ratu, disusul kematian Tjenry di kamar mayat dengan lidah terpotong, mata tercukil serta otak terkoyak dan terakhir kematian Meryra–kepala bendahara kerajaan yang baru diangkat menjadi pendeta tinggi Aten–yang dibakar hidup-hidup.
Serentetan kematian misterius itu kemudian membuat Mahu–kepala Medjay Akhetaten–murka dan memaksa Rahotep mengundurkan diri. Tapi Rahotep menolak dan saat ia pulang justru menemukan tulisan di catatan jurnalnya yang ditulis orang tak dikenal, yang menuntunnya bertemu dengan Nefertiti yang ternyata belum meninggal karena ia sengaja melarikan diri setelah tak kuat menghadapi setumpuk masalah: bertengkar dengan suami, pelik dalam menghadapi konspirasi perebutan kekuasaan, sehingga memilih mengasingkan diri guna mencari jalan keluar.
Pertemuan dengan sang ratu membuat Rahotep lega, karena ia tak jadi mati. Tapi, sang ratu justru memberi tugas baru buatnya untuk mengawasi konspirasi. Tugas itu bisa dimaklumi, karena sang ratu tahu rezim Akhetaten banyak ditentang setelah melarang agama lama lantas menggantinya dengan agama baru. Rahotep tak punya pilihan. Apalagi, bagi Rahotep, permaisuri sudah ditemukan dan tinggal menunggu waktu peresmian ibu kota. Akhirnya peresmian ibu kota tiba dan anehnya semua berantakan.
Nefertiti memang kembali, tapi badai datang saat peresmian. Kerajaan kacau, konspirasi perebutan kekuasaan tak terhindari setelah Horomheb (tokoh baru angkatan bersenjata yang menikahi adik Nefertiti) memproklamasikan diri sebagai pemimpin. Tapi kemunculan Ay (paman, penasihat Akhenaten, dan sekaligus kepala pasukan berkuda kerajaan), yang meminta Nefertiti untuk meninggalkan Dewa Aten dan kembali menyembah Dewa Amun, memberikan harapan baru bagi kejayaan Mesir.
Sumber ; Buku “Nefertiti; The Book of the Dead: Ratu Mesir, Dewa Matahari & Penguasa Dua Dunia”


Komentar»

No comments yet — be the first.

Tinggalkan komentar